Thursday, February 3, 2011

AWAKE


Long long time ago, there was a princess who had been cursed by a witch to die at sixteen. but actually, she didn't die for real, she just SLEPT forever till someone came to break the curse. Yeah, she was sleeping beauty.

Alright, let's skip the sleepyheaded princess and just jump into the end of the story. She finally woke up after she'd been kissed by a charming. Hmm.. "hero is hero", "charming rescuing princess", "true love kiss!" and "living happily ever after", extremely cliche!

Talking about the prince, I bet no one knew him ever of what he had in his previous life. He had somebody, a damsel. He left her and said nothing, nor even telling her that he would come back soon ever, so the damsel was left for an endless waiting. She, the damsel, also promised to herself that she would not sleep until the charming came back for she didn't wanna miss his coming, and she did. She was always AWAKE.

This is ridiculous. The charming saved the life of the sleeping one by letting somebody else awake. But don't worry, everyone knew sleeping beauty, and everyone loved the romance. And for the poor damsel, just try to close your eyes...


Wednesday, February 2, 2011

DILIGO

Diligo. Hmmm... how can I believe? It is indiscribable. A crucial thing of life that I couldn't even say it out loud, yet I need it anyway.

My need of diligo comes simply. I need it to be taken and saved somewhere. No worry, when I am given one by my Lord, I won't harm my own for sure. But how does it work? It doesn' t even come with direction for use.
Well, I do feel it's presence, think of it, laugh, smile, cry, all of mine keeping me good enough. Wierd thing on a wierd way, yeah, I use to call it "perfection of imperfection".

Diligo, I'm sorry for you. I've no idea of why Lord puts you somewhere in my chest. I can't ever get you a better place where you use to crave. I just can keep you here with me, trapped in a very long pursuit and my innocence.

Tuesday, February 1, 2011

C E R M I N ( part 1 )

Seseorang menatapku dari dalam bar. Kuperhatikan dia sejak tadi aku masih main. Kuurungkan niatku untuk pulang, walau sebenarnya aku ingin cepat bersantai di losmen busukku dan memandikan tubuhku dengan timbunan uang yang membebani seluruh kantung pakaianku. Aku menang malam ini.
Aku menghampiri orang itu lalu duduk di sampingnya. Sesaat pandangannya lepas dari mataku untuk beralih ke bibir botol minumannya. Dahinya berkerut saat mulutnya tak menerima tetesan yang cukup. Yang barusan itu adalah tetes penghabisan. Dia menatapku lagi.
Aku mengeluarkan segumpal uang dan kulemparkan ke wajahnya.
"Aku tak suka diperhatikan siapapun. Uang itu cukup untuk membuatmu mabuk hingga matamu berhenti melihatku,"
Dia tersenyum pahit meremehkan ucapanku. Lalu perlahan ia meraba-raba jaket usangnya. Mungkin dia hendak mengancamku dengan pistol murahannya. Aku sama sekali tidak takut.
Ternyata ia hanya mengeluarkan sebuah cermin kecil yang kotor seperti telah terkubur ribuan tahun.
"Pria tua gila! Pulanglah dan bersolek sepuasmu!" umpatku.
"Ini untukmu, agar kau bisa melihat siapa dirimu," ia menyodorkan cermin itu padaku lantas beranjak pergi dengan membawa uang yang kulemparkan padanya tadi.
"Tidak tahu diri! Menghinaku, lalu pergi membawa uangku," aku tak habis pikir dengan apa yang dilakukannya.
"Aku tahu siapa diriku. Aku hanya pria tua yang tak punya uang lagi untuk membeli minum," jawabnya.
Buang-buang waktu aku menanggapinya. Aku melihatnya berbalik arah dan menghampiriku kembali. Aku sudah muak. Tanpa pikir panjang aku langsung menarik pistolku dan kuarahkan tepat di depan keningnya.
"Bisakah kau terlihat cantik di cermin itu?" ucapnya lantas pergi lagi tanpa rasa takut, tak menghiraukan sedikitpun apa yang aku lakukan.
Aku menurunkan tanganku yang hampir menarik pelatuk besi pembunuh itu. Lalu kupikir, tak ada gunanya menghilangkan satu orang gila di bumi ini. Mungkin suatu saat aku membutuhkannya untuk memberi makan monster.
Aku mengambil cermin kecil itu dan memposisikannya tepat di wajahku. Sungguh menjijikan. Sisa tanah-tanah kering yang menempel seakan menodai kulit wajahku. Aku melempar cermin itu entah kemana.
Aku berlari keluar hendak menghabisi pria tua itu. Namun ia sudah tak terlihat. Aku lantas pulang ke losmen.
* * *
Aku adalah pembunuh tercantik. Semua orang mengakui itu. Sekotor apapun cermin yang kupakai, tak akan merubah kecantikan itu.
Aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Lantas kucari sesuatu berbentuk perigi yang bisa kugunakan. Hanya coffee maker di atas lemari senjataku yang bisa kutangkap. Kuambil dan kubawa lari keluar. Sempat terjatuh saat menuruni tangga, untungnya tidak pecah. Sampai di luar, tak sulit menemukan apa yang kucari di lingkungan kumuh ini. Tanah becek yang berlumpur. Aku mendapatkannya. Lalu aku tak segan mengeruk lumpur kotor itu dan memindahkannya ke dalam coffee maker.
Kubawa sewadah penuh lumpur ke dalam kamarku. Lalu aku bercermin sesaat di cermin dinding. Kupandangi diriku dari ujung kaki hingga kepala. Aku mengagumi diriku layaknya pria-pria yang telah kuambil hidupnya.
"Baiklah pak tua, sebisa apakah lumpur ini merusak refleksiku?"
Aku melumuri cermin itu dengan seluruh lumpur yang kubawa. Perlahan lumpur itu pun bergerak turun ke bawah bagai lilin yang meleleh dan mengotori lantaiku.
Aku belum ingin melihat bagaimana refleksiku sekarang. Rasanya mata kepala ini enggan untuk melihat pemiliknya, sosok pembunuh tercantik dalam cermin kotor. Ketika aku membuka mata, aku sedikit kecewa melihat refleksiku tak cantik lagi.
Aku tak bisa terima. Kuhancurkan saja cermin itu dengan kepalan tanganku. Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintuku dengan kasar. Aku membukanya.
"Kebodohan apa yang membimbingmu ke sini?" kata-kata itu seketika terlontar dari mulutku saat kudapati seorang pria tua tak tahu diri yang sempat membuatku melakukan hal-hal tak berguna seperti ini.
"Kemana kecantikanmu pergi, nona?" tanya pria itu tanpa basa-basi. Atau beginikah cara basa-basinya? Ia melangkah masuk dan duduk di kursi sudut.
"Masuk tanpa seijinku, sama halnya kau mengantar nyawamu."
Pria tua itu tak menggubrisku. Ia malah terkekeh-kekeh melihat cermin yang sebagian telah hancur olehku.
"Ha..ha..ha.Kau pasti benci melihat keburukanmu di cermin kotor itu."
"Kau tahu, kau memuakkan! Aku bisa menghentikan tawa dan aliran darahmu dalam enam detik."
"Tenanglah, Sam,"
Sial, darimana ia tahu namaku?!
"Samara. Ya, itu nama kecilmu. Bukan salahmu tentang keburukan yang kau lihat di cermin itu. Cermin itu yang kotor, bisa merubah keindahan menjadi keburukan." Ia mengoceh sendiri.
"Ungkapan yang tk begitu buruk untuk mengakui kecantikanku. Tapi sayang, itu tak menyelamatkanmu. Aku tetap akan membunuhmu,"
"Cermin itu bukan apa-apa, tak sebanding dengan cermin-cermin kotor yang mengelilingimu sekarang," ujarnya. Lantas ia melangkah ke depan cermin itu. "Rupa buruk yang kau lihat, itu kesalahan cermin. Tapi sebuah cermin kotor tak akan menutupi kecantikan sejati," ucapannya terhenti sejenak. Setelah menghela nafas, ia melanjutkan kembali, "Ibumu pasti menginginkan kau tetap cantik di hadapan cermin apapun."
"Kau terlalu banyak bicara. Aku semakin berhasrat membunuhmu.” Aku muak dengan ucapannya yang seolah lama mengenalku.
Masih tak ada perubahan pada mimiknya yang menggambarkan ia menggubris ancamanku.
"Kehilangan kepercayaan, kehidupan dunia hina, godaan membunuh, ketakutanmu, penantian pada ayah dan ibu, seharusnya tak menjadikanmu hitam. Karena kau terlahir dari rahim suci Issabela."

Murderer

I ain't a mother nor a queen
But I was littered with cloud by my Lord
I was seeing as the oracle had been
And saying words that kill like a sword

All my lies had been their truth somehow
I felt my mouth couldn't help me breath
How if I longed them all to bow
Playing on what I wanted and death

H A P U S

Kuingat akan ucapan seorang pemerdaya bahwa aku hanya dapat berbohong jika aku memejamkan mataku. Namun ia tak pernah tahu apa yang sesungguhnya ingin kukatakan saat itu. "Seseorang akan selalu mempercayai tiap kata yang kau ucap meski ia tahu benar jika itu hanyalah kebohongan."

Kini ia menghapus dua huruf tentangku dari pelafalannya, kemudian menjauhi setiap arah yang dapat menemukan aku dan dirnya bersatu.
Namun Kujanjikan kebahagian yang akan kubungkus dalam kertas kado dan kuberi pita hitam nan anggun, lantas kuberikan saat kau berdiri ditempatmu seharusnya, SEANDAINYA aku mampu terlupa seperti caramu melupakan.

the problem is... WITH WHOM?


This song’s not just a song. A song in my ears shall be expired in two weeks. Yes, two weeks’ the longest period I used to enjoy a song. But this song is kinda different. It’s been pounding in my head for about two months, and I know why.

Comparisons are easily done
Once you've had a taste of perfection
Like an apple hanging from a tree
I picked the ripest one, I still got the seed

You said move on, where do I go?
I guess second best is all I will know

'Cause when I'm with him I am thinking of you
Thinking of you, what you would do
If you were the one who was spending the night
Oh, I wish that I was looking into your eyes

You're like an Indian Summer in the middle of winter
Like a hard candy with a surprise center
How do I get better once I've had the best?
You said there's tons of fish in the water, so the waters I will test

He kissed my lips, I taste your mouth, oh!
He pulled me in, I was disgusted with myself

'Cause when I'm with him I am thinking of you
Thinking of you, what you would do
If you were the one who was spending the night
Oh, I wish that I was looking into..
You're the best, and yes, I do regret
How I could let myself let you go
Now, now the lesson's learned
I touched it, I was burned
Oh, I think you should know!

'Cause when I'm with him I am thinking of you
Thinking of you, what you would do
If you were the one who was spending the night
Oh, I wish that I was looking into your, your eyes
Looking into your eyes, looking into your eyes
Oh, won't you walk through?
And bust in the door and take me away?
Oh, no more mistakes
'Cause in your eyes I'd like to stay, stay

Yay yay yay.. Katy Perry… u brought this stuff perfectly! How can I ever set it obsolete in my mind? It’s so me, really.
And how’s the MV? No need to ask me, one more I like you, Perry. Cause when I’m with him I am THINKING OF YOU (no…no…no… not you, Perry, him!).
Yeah, say again I’m not an up to date one, but for this, think I don’t wanna be up to date.